Senin, 05 Maret 2012

Oleh-oleh khas Tegal

"Teh Poci" adalah minuman khas Tegal. Teh poci diseduh dalam poci tanah liat kecil dan diminum dengan gula batu. Istilah teh poci "wasgitel" artinya wangi, panas, sepet, legi, lan kentel, Tegal hingga saat ini dikenal sebagai sentra penghasil teh. Tegal hingga saat ini dikenal sebagai sentra penghasil teh.
Makanan khas Tegal adalah: Sate (sate kambing muda dengan bumbu sambal kecap), sate bebek majir, kupat (ketupat) glabed, kupat blengong (kupat glabed dengan daging blengong; blengong = hasil kawin silang bebek dan menthok), kupat bongko (ketupat dengan sayur tempe yang telah diasamkan), nasi ponggol, pilus, krupuk antor, nasi bogana (nasi megono), sauto (soto ayam/babat khas Tegal dengan bumbu tauco dan tauge), tahu plethok.
Tidak kalah menarik adalah makanan khas Lebaksiu Kab. Tegal yaitu Martabak yang terkenal dengan sebutan Martabak lebksiu. Berikut sejarah asal-usul Martabak Lebaksiu.


ASAL USUL MARTABAK DARI LEBAKSIU



Pada sekitar awal tahun 1930-an, beberapa pemuda asal daerah lebaksiu kabupaten Tegal mengadu nasib dengan berjualan makanan atau mainan anak-anak pada setiap ada perayaan di kota-kota, seperti kota Semarang. Di kota inilah salah seorang pemuda yang bernama Ahmad bin Kyai Abdul Karim berkenalan dengan seorang pemuda berasal dari negeri India bernama Abdullah bin Hasan Almalibary.
Dari hasil persahabatan mereka, maka Abdullah diajaklah berkunjung ke kampung halaman Ahmad di desa Lebaksiu kidul kecamatan Lebaksiu Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Abdullah berkenalan dengan adik perempuan Ahmad yang bernama Masni binti Kyai Abdul Karim.
Kemudian Abdullah mempersunting Masni adik perempuan Ahmad pada tahun 1935. Abdullah atau biasa disebut Tuan Duloh adalah seorang saudagar/pengusaha pada zaman itu. Salah satu keahlian Abdullah adalah membuat makanan yang terbuat dari adonan terigu yang bernama Martabak.
Didalam kisah perjalanan Abdullah ini, dari beberapa narasumber baik yang sudah meninggal maupun yang masih hidup diantaranya : Abdul Wahid bin Kyai Abdul Karim 85 tahun, Mawardi bin Kyai Abdul Karim 80 tahun, H. Abdul Kadir Bayasut 80 tahun (keturunan Arab), H. Katikaren Abdul Kadir 80 tahun (keturunan India), dan beberapa tokoh-tokoh lainnya membenarkan kisah tersebut diatas.
Adalah suatu kenyataan bahwa martabak yang dibuat oleh Abdullah, sangat berbeda dengan martabak yang aslinya dari India.

.
Susunan Bahan Dasar Martabak Telor.
Adonan tepung terigu yang dibentuk bulat sebesar telur ayam, kemudian dibanting, dilebarkan diatas kaca, marmer atau seng. Setelah membentuk lingkaran berdiameter kurang lebih 40 cm, kemudian diisi dengan campuran telur, sayuran, irisan-irisan kecil daging yang telah dimasak dengan bumbu-bumbu. Kemudian digoreng, dan kemudian bisa langsung dihidangkan tanpa kare kambing/gulai.
Dialah salah satu diantar pemuda-pemuda India yang berhasil membuat perubahan atau modifikasi Martabak dari aslinya. Menurut narasumber hal ini disesuaikan dengan cita rasa maupun kebiasaan masyarakat di Indonesia khususnya di Tanah Jawa yang pada umumnya gemar makan sayur-sayuran dan tidak terlalu suka mengkonsumsi daging berlebihan. Itulah yang menjadi alasan utama mengapa modifikasi martabak itu terjadi.
Sampai sekarang ini, jenis Martabak telor yang beredar hampir diseluruh pelosok Indonesia, adalah merupakan hasil modifikasi dari yang aslinya.
Martabak terang bulan/martabak manis. Konon menurut kisah disebut terang bulan, karena bentuknya bulat seperti bulan purnama. Martabak manis ini dibuat dengan bahan-bahan dasar adonan tepug terigu, gula, telor, dan lain-lain. Dan dicetak dengan cetakan piring seng dengan ukuran kurang lebih 20 cm dan dipasang tangkai pipa besi. Dipanggang dan digoyangkan diatas bara api, arang kayu, maupun kompor minyak. Sering martabak terang bulan ini disebut juga martabak “goyang”. Isi atau bumbu-bumbunya adalah olesan mentega/margarine, susu, selai pepaya, selai nanas, meises, kacang dan lain-lain.
Pada sekitar tahun 1950-an, terjadilah modifikasi baik bentuk maupun ukuran dan rasa martabak manis. Cetakannya terbuat dari besi cor / cor perunggu,cor kuningan dengan ukuran 18/20 cm, 20/22 cm, 22/24 cm, 24/26 cm, 26/28 cm, 28/30 cm. Dengan isi atau bumbu-bumbunya adalah susu, kacang, keju, meises, wijen, kismis, durian, dan lain sebagainya.
Keahlian Abdullah diajarkan kepada kerabat dekat istrinya maupun tetangga-tetangganya. Tercatatlah nama-nama sebagai berikut :
  1. Ahmad bin Kyai Abdul Karim (Alm)
  2. Abdul Manaf bin Kyai Abdul Karim (Alm)
  3. Abdul Wahid bin Kyai Abdul Karim
  4. Mawardi bin Kyai Abdul Karim
  5. Rifai bin Kyai Abdul Karim (Alm)
  6. Djari (Haji Umar) bin Haji Mas’ud (Alm)
  7. Maktub bin Haji Mas’ud (Alm)
  8. Dja’i bin Haji Sueb (Alm)
  9. Ali bin Haji Sueb (Alm)
  10. Rumli bi Sanadi (Alm)
  11. Tamyid
  12. Tuwuh
Dan masih banyak lagi nama-nama yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Ini adalah merupakan generasi kedua setelah Abdullah.
Abdullah bersama mereka-merekalah yang memperkenalkan martabak pada setiap ada keramaian di pasar-pasar malam di kota-kota besar khususnya di pulau jawa. Keramaian-keramaian seperti Sekatenan di Jogjakarta, Dugderan di Semarang, Mauludan di Cirebon-Trusmi, dan pasar malam di pabrik-pabrik tebu pada perayaan permulaan giling (metik).
Ketika rekan-rekan Abdullah memilih tinggal di kota-kota besar, tidak demikian halnya dengan Abdullah yang memilih tinggal di salah satu kampung bernama Lebaksiu Kidul, Kab. Tegal yang berjarak sekitar 21 km arah selatan kota Tegal bersama isteri dan anak-anaknya mengembangkan usahanya berjualan martabak. Dan secara turum temurun diwariskan kepada anak cucunya sampai sekarang ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar